-->

Halaman

    Social Items

Aku Persilahkan Kamu Pergi, pergilah, pergi kemanapun kamu mau

Aku baik-baik saja dek, puisinya indah, banyak pelajaran yang bisa aku ambil dari sana; termasuk tentang kita.


Adek apa kabar? Semoga baik saja di sana. Oya dek, jangan takut untuk menasehatiku, karena nasihat apapun akan aku terima selagi kamu percaya bahwa setiap muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan. Seperti katamu dalam pesan itu.

Aku Persilahkan Kamu Pergi, pergilah, pergi kemanapun kamu mau


Aku ingin menyampaikan beberapa hal kepadamu dek;

Jawaban untuk pertanyaanmu dalam pesan itu;

“Tentang perasaan siapa yang tahu. Setiap manusia memiliki hati dengan perasaannya masing-masing. Yang tahu seperti apa sebenarnya perasaan itu hanya dia dan Tuhannya”.
Aku tak perlu menjelaskan perasaanku panjang lebar kepadamu, sebab apa yang ku sampaikan akan kalah dengan ego yang ada padamu. Bukankah selama ini kamu menginginkan aku berkata “aku mencintainya” bukan “aku mencintamu”. Bukankah demikian dek? *mohon luruskan jika pernyataan ini salah.

“Mengiklaskan itu tidak mudah” katamu. Bagiku bukan berat mengiklaskan dia yang saat ini aku tak memiliki rasa apapun terhadapnya. Tapi berat untuk ikhlas menerima kenyataan bahwa kamu sama sekali tidak mempercayaiku.

Tentang dua hal yang kamu sampaikan dalam kotak masukku


Pertama: permintaan maaf darimu untuk semua kekuranganmu.
“Tidak ada yang hidup dengan kesempurnaan, semua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing”.
Dek, kuperjelas lagi. Kata maaf hanya ada jika kita merasa berbuat salah. Adapun kekurangan itu bukan suatu kesalahan. Jadi tidak perlu kamu meminta maaf padaku.

Kedua: tentang keputusanmu untuk meninggalkanku.
“Aku tidak memiliki alasan menahanmu untuk tetap tinggal bersamaku di sini, kecuali satu; jika kau percaya bahwa perasaanku hanya untukmu”.
Maaf jika selama ini kamu merasa berjuang sendirian. Memperjuangkan perasaanmu sendirian, menahan sakit karenaku sendirian. Tapi dek, yang kamu tuduhkan kepadaku selama ini “hanya” karena apa yang kamu rasakan, bukan karena kenyataan. *argumenku.

Dulu kamu pernah bertanya tentang perasaanku bukan? Dan jawabanku sama, sebaliknya kamu selalu memaksaku untuk berkata “aku mencintainya”.

Untuk kesekian kalinya kamu menyampaikan ingin meninggalkanku. Dan akhirnya aku pun merubah alur pemikiranku untuk tetap mempertahankanmu menjadi mempersilahkan kamu untuk pergi, dengan harapan kamu tidak akan pernah merasa berjuang sendirian lagi.

Tentang keyakinanmu dengan janji yang tak akan diingkari.

“Sebagai orang yang beriman, bagiku mempercayai dan meyakini semua tentang-Nya adalah wajib hukumnya”.
Hanya saja dek, bagaimana Dia akan berjanji menyatukan kita, jika sekarang saja secara tidak langsung kamu memutuskan untuk tidak menerima janji itu? Dengan kata lain kamu ingin berpisah dengaku. *mungkin pernyataanku salah.

Kita memiliki banyak perbedaan dalam pola berfikir. Hingga saat ini aku sendiri belum bisa menemukan cara yang pas untuk improv menjadi satu jalur dengan apa yang kamu inginkan. Ku ucap sayang kamu bilang geli, ku ucap cinta kamu bilang tak biasa bahkan kata rindu tak mau kamu dengar. Yang biasa menurutmu itu, mungkin jika aku pergi menemuinya; lalu berkata “aku mencintainya” barangkali kamu akan suka dan bahagia.

Yang terakhir dek, sedikit pesan yang ingin kusampaikan.

“Setiap permulaan pasti ada akhirnya dan setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Karena hukum alam sendiri berkata demikian; tidak ada yang kekal di dunia ini, semua akan berakhir pada waktunya”.
Takdir memang akan memutuskan segalanya, tapi tidak menutup kemungkinan kita akan “merubah” apa yang sudah ditakdirkan.

Seperti yang kamu katakan dalam pesan diwaktu itu, aku pun demikian, merasa berat untuk mengucapkan “akhir”. Kita akan berpisah dengan beberapa kenangan yang pernah ada, meskipun bukan perpisahan seperti ini yang aku ingini.

Aku ucapkan terima kasih untuk semua pelajaran yang selama ini telah kamu berikan; tentang perasaan, tentang kehidupan, tentang semua hal dan tentang kenyataan bahwa kita tidak akan bersama. Aku sependapat dengan kalimat yang kamu sampaikan dalam pesan;
“Aku tahu cinta sejati itu berasal dari nurani, berasal dari cinta suci tuhan, yg tidak dibalut oleh nafsu. Dan cinta sejati itu mengenal arah kemana ia akan berpulang.”
Selalu bahagia ya, tetap tersenyum seperti biasanya. Semoga apa yang kamu semogakan dikabulkan oleh-Nya. Amiiinnn.

Demikian sobat artikel tentang Aku Persilahkan Kamu PergiSemoga Bermanfaat.

2018 © Pena Kecil (https://tulispenakecil.blogspot.com*).

Aku Persilahkan Kamu Pergi

Aku Persilahkan Kamu Pergi, pergilah, pergi kemanapun kamu mau

Aku baik-baik saja dek, puisinya indah, banyak pelajaran yang bisa aku ambil dari sana; termasuk tentang kita.


Adek apa kabar? Semoga baik saja di sana. Oya dek, jangan takut untuk menasehatiku, karena nasihat apapun akan aku terima selagi kamu percaya bahwa setiap muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan. Seperti katamu dalam pesan itu.

Aku Persilahkan Kamu Pergi, pergilah, pergi kemanapun kamu mau


Aku ingin menyampaikan beberapa hal kepadamu dek;

Jawaban untuk pertanyaanmu dalam pesan itu;

“Tentang perasaan siapa yang tahu. Setiap manusia memiliki hati dengan perasaannya masing-masing. Yang tahu seperti apa sebenarnya perasaan itu hanya dia dan Tuhannya”.
Aku tak perlu menjelaskan perasaanku panjang lebar kepadamu, sebab apa yang ku sampaikan akan kalah dengan ego yang ada padamu. Bukankah selama ini kamu menginginkan aku berkata “aku mencintainya” bukan “aku mencintamu”. Bukankah demikian dek? *mohon luruskan jika pernyataan ini salah.

“Mengiklaskan itu tidak mudah” katamu. Bagiku bukan berat mengiklaskan dia yang saat ini aku tak memiliki rasa apapun terhadapnya. Tapi berat untuk ikhlas menerima kenyataan bahwa kamu sama sekali tidak mempercayaiku.

Tentang dua hal yang kamu sampaikan dalam kotak masukku


Pertama: permintaan maaf darimu untuk semua kekuranganmu.
“Tidak ada yang hidup dengan kesempurnaan, semua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing”.
Dek, kuperjelas lagi. Kata maaf hanya ada jika kita merasa berbuat salah. Adapun kekurangan itu bukan suatu kesalahan. Jadi tidak perlu kamu meminta maaf padaku.

Kedua: tentang keputusanmu untuk meninggalkanku.
“Aku tidak memiliki alasan menahanmu untuk tetap tinggal bersamaku di sini, kecuali satu; jika kau percaya bahwa perasaanku hanya untukmu”.
Maaf jika selama ini kamu merasa berjuang sendirian. Memperjuangkan perasaanmu sendirian, menahan sakit karenaku sendirian. Tapi dek, yang kamu tuduhkan kepadaku selama ini “hanya” karena apa yang kamu rasakan, bukan karena kenyataan. *argumenku.

Dulu kamu pernah bertanya tentang perasaanku bukan? Dan jawabanku sama, sebaliknya kamu selalu memaksaku untuk berkata “aku mencintainya”.

Untuk kesekian kalinya kamu menyampaikan ingin meninggalkanku. Dan akhirnya aku pun merubah alur pemikiranku untuk tetap mempertahankanmu menjadi mempersilahkan kamu untuk pergi, dengan harapan kamu tidak akan pernah merasa berjuang sendirian lagi.

Tentang keyakinanmu dengan janji yang tak akan diingkari.

“Sebagai orang yang beriman, bagiku mempercayai dan meyakini semua tentang-Nya adalah wajib hukumnya”.
Hanya saja dek, bagaimana Dia akan berjanji menyatukan kita, jika sekarang saja secara tidak langsung kamu memutuskan untuk tidak menerima janji itu? Dengan kata lain kamu ingin berpisah dengaku. *mungkin pernyataanku salah.

Kita memiliki banyak perbedaan dalam pola berfikir. Hingga saat ini aku sendiri belum bisa menemukan cara yang pas untuk improv menjadi satu jalur dengan apa yang kamu inginkan. Ku ucap sayang kamu bilang geli, ku ucap cinta kamu bilang tak biasa bahkan kata rindu tak mau kamu dengar. Yang biasa menurutmu itu, mungkin jika aku pergi menemuinya; lalu berkata “aku mencintainya” barangkali kamu akan suka dan bahagia.

Yang terakhir dek, sedikit pesan yang ingin kusampaikan.

“Setiap permulaan pasti ada akhirnya dan setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Karena hukum alam sendiri berkata demikian; tidak ada yang kekal di dunia ini, semua akan berakhir pada waktunya”.
Takdir memang akan memutuskan segalanya, tapi tidak menutup kemungkinan kita akan “merubah” apa yang sudah ditakdirkan.

Seperti yang kamu katakan dalam pesan diwaktu itu, aku pun demikian, merasa berat untuk mengucapkan “akhir”. Kita akan berpisah dengan beberapa kenangan yang pernah ada, meskipun bukan perpisahan seperti ini yang aku ingini.

Aku ucapkan terima kasih untuk semua pelajaran yang selama ini telah kamu berikan; tentang perasaan, tentang kehidupan, tentang semua hal dan tentang kenyataan bahwa kita tidak akan bersama. Aku sependapat dengan kalimat yang kamu sampaikan dalam pesan;
“Aku tahu cinta sejati itu berasal dari nurani, berasal dari cinta suci tuhan, yg tidak dibalut oleh nafsu. Dan cinta sejati itu mengenal arah kemana ia akan berpulang.”
Selalu bahagia ya, tetap tersenyum seperti biasanya. Semoga apa yang kamu semogakan dikabulkan oleh-Nya. Amiiinnn.

Demikian sobat artikel tentang Aku Persilahkan Kamu PergiSemoga Bermanfaat.

2018 © Pena Kecil (https://tulispenakecil.blogspot.com*).

Subscribe Our Newsletter