-->

Halaman

    Social Items

Pesan-Dakwah-Dalam-Novel-Sang-Pencerah
Novel Sang Pencerah
SEKILAS tentang Novel Sang Pencerah yang merupakan Novelisasi kehidupan K.H. Achmad Dahlan dalam perjuangannya mendirikan Muhammadiyah.

Novel ini ditulis oleh Akmal Naseri Basral, yang mana cetakan pertamanya diterbitkan pada bulan juni 2010, diterbitkan oleh Mizan Pustaka, Jakarta yang terdiri dari 458 halaman.

Alur Cerita Novel Sang Pencerah


Area permainan gobak sodor menjadi salah satu area terlihatnya kepemimpinan Achmad Dahlan di masa kecil. Di area gobak sodor ia mengatur strategi agar teman-temannya lolos dari kepungan lawan. Anggota keluarga besarnya memberikan dukungan penuh dengan caranya masing-masing.

Kegusaran sosial Achmad Dahlan mulai muncul ketika melihat salah satu ibu dari temannya yang harud berhutang untuk mengadakan tahlil 40 hari sepeninggal ayah sahabatnya. Hingga dewasa Dahlan terus mendakwahkan bahwa tahlil bukanlah suatu keharusan. Apalagi dengan mengadakan tahlil beramai-ramai akan mengganggu tetangganya yang sedang membutuhkan istirahat. Dan juga dikarenakan dengan adanya tahlil justru membuat seseorang harus terlilit dengan hutang untuk biayaya pengadaan tahlil.

Achmad Dahlan yang memiliki nama kecil (Muhammad Darwis) tumbuh di lingkungan relegius di dalam keratin: Kuman. Beruntung ia berada dilingkungan yang tepat dan mendukung yang mana ayahnya selalu bisa menenangkan kegundahannya. Tak ketinggalan pula sosok paman yang selalu menasehatinya soal keteguhan hati dan pengendalian diri. Istrinya yang tak perlu Istikharah untk memilih Dahlan sebagai suami, karena sudah yakin akan keperibadian dahlan bisa membesarkan hatinya.

Dahlan di angkat menjadi khatib di Masjid Gede untuk menggantikan ayahnya yang sudah meninggal. Menjadi khatib merupakan kesempatan baginya untuk bisa memandang langsung wajah Sultan yang sering ia bayangkan di masa anak.

Tibalah kesempatan pertama baginya untuk mengisi khutbah di Masjid itu, Dahlan lansung menyinggung soal kemudahan yang diberikan oleh agama. “Merahmati itu artinya melindungi, mengayomi membuat damai, tidak mengekang atau membuat takut umat, atau membuat rumit dan berat kehidupan Muslim dengan upacara-upacara dan sesajen yang tidak pada tempatnya.” ujar Dahlan.

Suatu ketika, ia pernah menyatakan “para anggota Muhammadiyah harus menaruh segenap perhatian pada beberapa tradisi Jawa yang tampak menyimpang dari aturan-aturan Islam.” Ia merasa bahwa seiring dengan gerak evolusi dan perubhan dan kemajuan dalam pendidikan maka perlahan tradisi tersebut akan melemah.

Dahlan digambarkan dengan sosok pribadi yang tegas dalam hal perinsip, tapi bisa bersifat kompromis dalam hal metode dan Ia mempunyai cara sendiri dalam berdakwah. Sosok yang mengaymi, toleran, terbuka, visioner, tak menilai orang dari luarannya dan sebagainya. Sifat-sifat kepemimpinan Dahlan ini di gambarkan secara detail sesuia dengan nilai-nilai kepemimpinan Jawa.

Ia berani mengenakan jas dengan tetap berserban ketika mengikuti acara-acara Budi Oetomo atau mengajar di Kweekschol. Dahlan lah yang pertama kali mengajar agama di sana. Selain itu Dahlan juga mampu memanfaatkan biola untuk mengajarkan agama kepada anak-anak, untuk mendorong mereka menemukan kawaban, sebelum ia memberikan jawaban. Ia tetap pada pilihannya meskipun hal itu banyak mengundang salah pengertian. “Kenapa main musik londo, Kiai?”

Berbagai rintangan yang harus dihadapi oleh Dahlan, termasuk ketika langgarnya dirobohkan oleh orang-orang utusan Kiai Penghulu, hingga Ia pergi diam-diam dari Kauman, di cap kafir, karena mengusulkan perubahan arah kiblat dengan berpatokan pada alat kompas dan peta yang dibuat oleh kaum kafir, karena pakaiannya, karena biolanya dan sebagainya. Ia sudah merasa tidak ada tempat lagi di Kauman. Tapi kakak iparnya, Kiai Saleh dan istrinya mencegahnya di stasiun dan memberikan dukungan mental kepadanya.

Sepulangnya dari tanah suci, Dahlan mendapat kabar dari kakak iparnya soala adanya bangsawan pakualaman yang telah dikeristenkan oleh Kiai Sadrach. Sadrach adalah penyebar injil di purworejo yang memakai Idiom-idiom islam, yang kemudian hari mengubah nama menjadi Raden Mas Ngabehi Surapranata (surapranata berarti pahlawan ketertiban).

Novel Sang Pencerah melanjutkan cerita tentang perdialokan Dahlan dengan para Pendeta. Dahlan ingin penyebaran agama tetap dalam semangat tanpa saling menyakiti. Dialog terakhir dilakukan denga Dr. Zwijner, yang ia tantang untuk berdebat, jika ia kalah ia rela masuk Kristen dan begitupun sebaliknya. Debat dengan Dr. Zwijner batal dan Ki Hajar Dewantara menuliskan hal itu di Darmo Kondo.

Sultan kemudian mendukung penuh pendirian Muhammadiyah yang akan menghalau Kristenisasi. Menurut penuturan kerabat-kerabat keratin yang diwawancarai oleh Achmad Najib Burhani pada 2003, Sultan memberi uang dan tanah untuk sekolah-sekolah Muhammadiyah demi tujuan menahan Kristenisasi dan pengaruh budaya Barat di Jawa.

Sultan juga mengungkapkan penyesalannya terhadap kesewenangan Kiai Penghulu yang membuat Dahlan harus mengundurkan diri dari khatib Masjid Gede. Kiai penghulu menolak pendirian Muhammadiyah hanya karena menurutnya memiliki motif pribadi dan hendak menjadi residen.

Dalam surat permohonan, disebut Dahlan sebagai Presiden Muhammadiyah. “Jadi Kiai Penghulu tidah tahu bedanya Presiden dan residen?”

Kesimpulan Pesan Dakwah Dalam Novel Sang Pencerah

  • Pesan pendidikan yang dicontohkan oleh K.h. Achmad Dahlan yang berbeda dengan yang lain, pesan agama yang di contohkan dengan kalimat thayyibah, akhlak Istri terhadap suami, akhlak anak terhadap orang tua.
  • Pesan moral yang dicontohkan dengan tidak balas dendam terhadap orang yang menyakiti, dan ketabahan K.H. Achmad Dahlan.
  • Pesan sosial yang dicontohkan dengan banyak bersedekah, menolong fakir miskin, anak yatim dan sebagainya.
  • Kita di haruskan untuk senantiasa berdakwah, menyampaikan kebenaran, agar kita semua bisa mengerti apa makna hakiki dari sebuah agama. Jika telah mengerti tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Dalam Novel ini juga menjelaskan bahwa menjadi manusia itu harus saling tolong menolong, menyayangi anak yatim dan fakir miskin, serta mengerjakan shalat lima waktu dan yang terakhir tidak riya. Hal ini Novel Sang Pencerah mengacu pada QS. Al-Ma’uun: 1-7).
  • Selain untuk bersujud kepada Allah mesjid juga sebagai sarana untuk mensyi’arkan agama Islam. Seperti belajar mengaji, mendengarkan ceramah dan lain sebagainya
  • Novel Sang Pencerah mendeskripsikan sikap atau gaya pelaku bertujuan agar para pembaca mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari-hari dan tentunya gaya dan sikap yang baik. Seperti jika ada masalah hendaknya dimusyawarahkan.
  • Didalam Novel ini juga terdapat pesan tentang kerukunan umat beragama.
Artikel ini bersumber dari Menara Tebuireng - Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 09, No. 01 September 2013.

Ditulis oleh Moh. Slamet dan Sayyidah Afyatul Masruroh
Nah sobat demikian artikel tentang Pesan Dakwah Dalam Novel Sang Pencerah Semoga bermanfaat.

2018 © Pena Kecil (https://tulispenakecil.blogspot.com*).

Pesan Dakwah Dalam Novel Sang Pencerah

Pesan-Dakwah-Dalam-Novel-Sang-Pencerah
Novel Sang Pencerah
SEKILAS tentang Novel Sang Pencerah yang merupakan Novelisasi kehidupan K.H. Achmad Dahlan dalam perjuangannya mendirikan Muhammadiyah.

Novel ini ditulis oleh Akmal Naseri Basral, yang mana cetakan pertamanya diterbitkan pada bulan juni 2010, diterbitkan oleh Mizan Pustaka, Jakarta yang terdiri dari 458 halaman.

Alur Cerita Novel Sang Pencerah


Area permainan gobak sodor menjadi salah satu area terlihatnya kepemimpinan Achmad Dahlan di masa kecil. Di area gobak sodor ia mengatur strategi agar teman-temannya lolos dari kepungan lawan. Anggota keluarga besarnya memberikan dukungan penuh dengan caranya masing-masing.

Kegusaran sosial Achmad Dahlan mulai muncul ketika melihat salah satu ibu dari temannya yang harud berhutang untuk mengadakan tahlil 40 hari sepeninggal ayah sahabatnya. Hingga dewasa Dahlan terus mendakwahkan bahwa tahlil bukanlah suatu keharusan. Apalagi dengan mengadakan tahlil beramai-ramai akan mengganggu tetangganya yang sedang membutuhkan istirahat. Dan juga dikarenakan dengan adanya tahlil justru membuat seseorang harus terlilit dengan hutang untuk biayaya pengadaan tahlil.

Achmad Dahlan yang memiliki nama kecil (Muhammad Darwis) tumbuh di lingkungan relegius di dalam keratin: Kuman. Beruntung ia berada dilingkungan yang tepat dan mendukung yang mana ayahnya selalu bisa menenangkan kegundahannya. Tak ketinggalan pula sosok paman yang selalu menasehatinya soal keteguhan hati dan pengendalian diri. Istrinya yang tak perlu Istikharah untk memilih Dahlan sebagai suami, karena sudah yakin akan keperibadian dahlan bisa membesarkan hatinya.

Dahlan di angkat menjadi khatib di Masjid Gede untuk menggantikan ayahnya yang sudah meninggal. Menjadi khatib merupakan kesempatan baginya untuk bisa memandang langsung wajah Sultan yang sering ia bayangkan di masa anak.

Tibalah kesempatan pertama baginya untuk mengisi khutbah di Masjid itu, Dahlan lansung menyinggung soal kemudahan yang diberikan oleh agama. “Merahmati itu artinya melindungi, mengayomi membuat damai, tidak mengekang atau membuat takut umat, atau membuat rumit dan berat kehidupan Muslim dengan upacara-upacara dan sesajen yang tidak pada tempatnya.” ujar Dahlan.

Suatu ketika, ia pernah menyatakan “para anggota Muhammadiyah harus menaruh segenap perhatian pada beberapa tradisi Jawa yang tampak menyimpang dari aturan-aturan Islam.” Ia merasa bahwa seiring dengan gerak evolusi dan perubhan dan kemajuan dalam pendidikan maka perlahan tradisi tersebut akan melemah.

Dahlan digambarkan dengan sosok pribadi yang tegas dalam hal perinsip, tapi bisa bersifat kompromis dalam hal metode dan Ia mempunyai cara sendiri dalam berdakwah. Sosok yang mengaymi, toleran, terbuka, visioner, tak menilai orang dari luarannya dan sebagainya. Sifat-sifat kepemimpinan Dahlan ini di gambarkan secara detail sesuia dengan nilai-nilai kepemimpinan Jawa.

Ia berani mengenakan jas dengan tetap berserban ketika mengikuti acara-acara Budi Oetomo atau mengajar di Kweekschol. Dahlan lah yang pertama kali mengajar agama di sana. Selain itu Dahlan juga mampu memanfaatkan biola untuk mengajarkan agama kepada anak-anak, untuk mendorong mereka menemukan kawaban, sebelum ia memberikan jawaban. Ia tetap pada pilihannya meskipun hal itu banyak mengundang salah pengertian. “Kenapa main musik londo, Kiai?”

Berbagai rintangan yang harus dihadapi oleh Dahlan, termasuk ketika langgarnya dirobohkan oleh orang-orang utusan Kiai Penghulu, hingga Ia pergi diam-diam dari Kauman, di cap kafir, karena mengusulkan perubahan arah kiblat dengan berpatokan pada alat kompas dan peta yang dibuat oleh kaum kafir, karena pakaiannya, karena biolanya dan sebagainya. Ia sudah merasa tidak ada tempat lagi di Kauman. Tapi kakak iparnya, Kiai Saleh dan istrinya mencegahnya di stasiun dan memberikan dukungan mental kepadanya.

Sepulangnya dari tanah suci, Dahlan mendapat kabar dari kakak iparnya soala adanya bangsawan pakualaman yang telah dikeristenkan oleh Kiai Sadrach. Sadrach adalah penyebar injil di purworejo yang memakai Idiom-idiom islam, yang kemudian hari mengubah nama menjadi Raden Mas Ngabehi Surapranata (surapranata berarti pahlawan ketertiban).

Novel Sang Pencerah melanjutkan cerita tentang perdialokan Dahlan dengan para Pendeta. Dahlan ingin penyebaran agama tetap dalam semangat tanpa saling menyakiti. Dialog terakhir dilakukan denga Dr. Zwijner, yang ia tantang untuk berdebat, jika ia kalah ia rela masuk Kristen dan begitupun sebaliknya. Debat dengan Dr. Zwijner batal dan Ki Hajar Dewantara menuliskan hal itu di Darmo Kondo.

Sultan kemudian mendukung penuh pendirian Muhammadiyah yang akan menghalau Kristenisasi. Menurut penuturan kerabat-kerabat keratin yang diwawancarai oleh Achmad Najib Burhani pada 2003, Sultan memberi uang dan tanah untuk sekolah-sekolah Muhammadiyah demi tujuan menahan Kristenisasi dan pengaruh budaya Barat di Jawa.

Sultan juga mengungkapkan penyesalannya terhadap kesewenangan Kiai Penghulu yang membuat Dahlan harus mengundurkan diri dari khatib Masjid Gede. Kiai penghulu menolak pendirian Muhammadiyah hanya karena menurutnya memiliki motif pribadi dan hendak menjadi residen.

Dalam surat permohonan, disebut Dahlan sebagai Presiden Muhammadiyah. “Jadi Kiai Penghulu tidah tahu bedanya Presiden dan residen?”

Kesimpulan Pesan Dakwah Dalam Novel Sang Pencerah

  • Pesan pendidikan yang dicontohkan oleh K.h. Achmad Dahlan yang berbeda dengan yang lain, pesan agama yang di contohkan dengan kalimat thayyibah, akhlak Istri terhadap suami, akhlak anak terhadap orang tua.
  • Pesan moral yang dicontohkan dengan tidak balas dendam terhadap orang yang menyakiti, dan ketabahan K.H. Achmad Dahlan.
  • Pesan sosial yang dicontohkan dengan banyak bersedekah, menolong fakir miskin, anak yatim dan sebagainya.
  • Kita di haruskan untuk senantiasa berdakwah, menyampaikan kebenaran, agar kita semua bisa mengerti apa makna hakiki dari sebuah agama. Jika telah mengerti tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Dalam Novel ini juga menjelaskan bahwa menjadi manusia itu harus saling tolong menolong, menyayangi anak yatim dan fakir miskin, serta mengerjakan shalat lima waktu dan yang terakhir tidak riya. Hal ini Novel Sang Pencerah mengacu pada QS. Al-Ma’uun: 1-7).
  • Selain untuk bersujud kepada Allah mesjid juga sebagai sarana untuk mensyi’arkan agama Islam. Seperti belajar mengaji, mendengarkan ceramah dan lain sebagainya
  • Novel Sang Pencerah mendeskripsikan sikap atau gaya pelaku bertujuan agar para pembaca mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari-hari dan tentunya gaya dan sikap yang baik. Seperti jika ada masalah hendaknya dimusyawarahkan.
  • Didalam Novel ini juga terdapat pesan tentang kerukunan umat beragama.
Artikel ini bersumber dari Menara Tebuireng - Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 09, No. 01 September 2013.

Ditulis oleh Moh. Slamet dan Sayyidah Afyatul Masruroh
Nah sobat demikian artikel tentang Pesan Dakwah Dalam Novel Sang Pencerah Semoga bermanfaat.

2018 © Pena Kecil (https://tulispenakecil.blogspot.com*).

Subscribe Our Newsletter